ManusiaSenayan.id – Pagi di Jakarta. Senayan udah siap panas. Di tengah tumpukan agenda, Rina Sa’adah—anggota DPR RI dari Fraksi PKB, Dapil Jawa Barat X—selalu start dengan satu hal sederhana: secangkir kopi. Setelah itu? Gaspol ke urusan yang lebih bikin deg-degan daripada kafein—dari pangan, pertanian, lingkungan, sampai nasib nelayan.
Kalau lihat CV-nya, wajar kalau ritmenya rapih. S1 di Al-Azhar Kairo, lanjut S2 Kajian Ketahanan Nasional di UI, sekarang lagi doktoran di Unpad. Sebelum duduk di kursi Senayan, dia udah keliling arena—jadi tenaga ahli Menpora, Komite Olimpiade Indonesia, penasihat ahli Menteri Kelautan, sampai komisaris independen BRI Agro.
Di periode 2024–2029, Teh Rina main di Komisi IV. Ini komisi yang ngurus pertanian, perikanan, kehutanan, pangan. Gaya kerjanya jelas: serap aspirasi, dorong action, lalu cek hasilnya. Di medsosnya rutin nongol bukti pengawalan isu-isu nyata buat petani, peternak, nelayan.
Lingkungan? Itu juga menu rutin. 31 Juli 2025, dia nyorotin kebakaran hutan dan lahan, minta pemerintah gerak cepat biar kerugian nggak makin numpuk. Awal Juli, dia tegas nolak impor sampah plastik dari negara maju. Katanya, itu ganggu kedaulatan negara ASEAN.
Jejaringnya? Luas. Dari komunitas pemuda tani sampai tokoh agama. Dia turun langsung ke Dapil: Ciamis, Kuningan, Pangandaran, Kota Banjar. “Kopi pagi” di sini jadi simbol: butuh energi ekstra buat nyambungin suara warga ke mesin konstitusi.
Yang bikin menarik, Teh Rina komunikatif tapi nggak asal ngomong—selalu bawa data. Pengalaman lintas sektor bikin dia ngerti kalau pertanian itu ekosistem: pupuk, akses pasar, logistik, plus perlindungan lingkungan. Pola pikir hulu–hilir ini sering muncul waktu dia bahas pangan, karhutla, atau sampah plastik.
Bangun parlemen dari dalam itu nggak instan. Ada drama politik, tarik-ulur kepentingan, plus proses legislasi yang ribet. Tapi jejak Teh Rina nunjukin satu hal: konsistensi. Hadir di forum, dorong koordinasi lintas kementerian, kawal isu yang nyentuh langsung dapur rakyat.
Intinya, “Kopi Pagi dan Konstitusi” bukan sekadar tagline manis. Itu cara kerja: mulai hari dengan energi, pastiin suara rakyat nggak nyangkut di plafon ruang rapat. Teh Rina buktiin kalau parlemen bisa terasa dekat asal wakilnya rajin turun, nyimak, dan ngunci keputusan sesuai kebutuhan warga. Sisanya? Ya kita—ngawal, kasih masukan, bahkan kritik kalau perlu. Karena demokrasi sehat itu duet: wakil rakyat kerja, rakyatnya melek dan ikut nimbrung.