ManusiaSenayan.id – Kabar duka (lagi) datang dari dunia kampus, Gengs. Pratama Wijata Kusuma, mahasiswa FEB Unila angkatan 2024, tewas setelah ikut diksar mapala. Diksarnya sih dibilang “pendidikan dasar”, tapi kok ending-nya malah kayak film survival?
Bang Habiburokhman, alumni Unila sekaligus Ketua Komisi III DPR, langsung naik pitam. Katanya, “Sebagai alumni Unila kami sangat berduka dan menyesalkan tewasnya junior kami mahasiswa FE Unila saat menjalani Diksar Mapala. Sulit dimengerti mengapa di era sekarang ada oknum yang melakukan kekerasan dalam diksar seperti itu.” Tapi sekarang? Kayaknya ada yang mengira mapala itu singkatan dari Mati Perlahan-Lahan.
Bang Habib janji bakal kawal kasus ini sampe tuntas, karena ini udah nggak masuk akal. Tahun udah 2025, tapi masih aja ada yang nganggep “pukulin junior” itu bentuk pembinaan karakter. Hadeh.
Sementara itu, di Polda Lampung, ada lima mahasiswa peserta diksar yang udah diperiksa. Mereka katanya juga jadi korban kekerasan. Jadi ini bukan cuma soal satu tragedi, tapi sistem yang makin absurd dari tahun ke tahun.
Polda lagi nyari petunjuk, dan pengacara keluarga korban ikut mendampingi. Bukti-bukti juga mulai dikumpulin. Tapi ya… kita semua tahu, kasus beginian seringnya cepat panas, tapi lama dingin. Jangan sampe ini jadi berita satu minggu, terus tenggelam kaya isu lama di grup alumni kampus.
Pertanyaannya: sampai kapan ‘kegiatan organisasi’ dibalut tradisi brutal? Kalau mau jadi tangguh, bukan gitu caranya, gengs. Yang dibutuhkan mahasiswa zaman now tuh literasi digital, bukan lutut memar.
Semoga keadilan bukan cuma wacana. Dan semoga kampus sadar: yang butuh diuji itu otak, bukan nyawa.