ManusiaSenayan.id – Drama legislatif kembali hadir, gengs! Kali ini datang dari panggung utama Komisi III DPR. Sang ketua, Habiburokhman, lagi-lagi curhat di tengah Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bareng LPSK dan Peradi soal Revisi KUHAP. Tapi tenang, bukan curhat cinta, ini curhat legislasi.
“Jadi rekan-rekan di DPR, ini kadang-kadang kita udah capek bikin undang-undang dengan gampangnya dipatahkan oleh Mahkamah Konstitusi,” begitulah kira-kira isi hati Bang Habib.
Katanya, MK sekarang punya jurus sakti: meaningful participation, right to be heard, right to be considered, sampe right to be explained. Pokoknya serba “right-right” yang bikin DPR ketar-ketir.
Bayangin aja, DPR udah ngopi berjilid-jilid, debat kayak sinetron, ngundang narasumber sana-sini, eh ujung-ujungnya bisa ke-delete sama 9 orang dewa MK karena dianggap gak ngundang cukup orang buat ngobrolin pasal-pasal itu.
Habiburokhman sampai nyeletuk, “Kalau dibilang partisipasi, putusan MK itu tidak melibatkan partisipasi apapun, kecuali 9 orang itu, pendapat saya ini,” Waduh, sindiran halus tapi tajam kayak kopi pahit tanpa gula.
Intinya, DPR minta MK jangan asal stempel “gagal” ke UU buatan mereka. Mereka cuma pengen draf revisi KUHAP ini gak jadi korban ghosting lagi karena kurang “didengar” katanya.
Moral of the story: Bikin UU di negeri ini bukan cuma soal pasal, tapi juga soal siapa yang diajak ngobrol. Kalau nggak, siap-siap kena unmatch sama MK. Selamat datang di reality show politik Indonesia: Legislatif vs Yudikatif, Episode Tak Pernah Tamat.