ManusiaSenayan.id – Masuk ke dunia parlemen itu nggak gampang, apalagi buat anak muda. Banyak dari mereka datang dengan semangat tinggi, penuh idealisme, dan janji perubahan. Tapi begitu duduk di kursi empuk Senayan, mereka harus berhadapan sama satu realita politik yang nggak bisa dihindari: koalisi dan kompromi.
Di titik ini, banyak orang mulai nyinyir, “Dulu katanya mau beda, kok sekarang ikut-ikutan arus?” Padahal faktanya, kerja di parlemen itu nggak bisa sendirian. Butuh dukungan, butuh jaringan, dan kadang ya… butuh berkompromi.
Tapi kompromi bukan berarti harus ninggalin prinsip. Justru di sinilah tantangan terbesar anak muda di parlemen—gimana caranya tetap memegang idealisme, tapi juga bisa jalan bareng dalam sistem yang kompleks. Nggak gampang, tapi bukan mustahil.
Banyak anak muda di DPR dan DPD yang coba main cantik: tetap vokal soal isu-isu penting kayak lingkungan, hak pekerja, sampai pendidikan, tapi juga jago bangun aliansi biar suaranya didengar. Mereka paham bahwa perubahan itu bukan soal “teriak paling kenceng”, tapi soal strategi.
Kita sebagai publik juga punya peran. Jangan langsung nge-judge saat mereka terlihat “berkoalisi”. Cek dulu, apakah isi perjuangannya masih sama? Apakah dia tetap transparan? Kalau iya, mungkin dia lagi cari jalan terbaik buat bikin perubahan yang beneran berdampak.
Intinya, anak muda di parlemen itu bukan superhero—mereka manusia biasa yang lagi cari cara supaya idealisme mereka tetap hidup di tengah dinamika politik. Dan selama mereka nggak lupa siapa yang mereka wakili, kita harus tetap dukungan dan awasi, bukan cuma nyinyirin dari jauh.