ManusiaSenayan.id Oke gengs, BPS baru aja ngumumin hasil Survei Angkatan Kerja Nasional edisi Februari 2025. Kabar baiknya? Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun dari 4,82% ke 4,76%. Wah, lumayan ya? Tapi tunggu dulu… jangan langsung happy kayak abis nemu diskon 90% di e-commerce.

Soalnya, menurut Bu Qisha Quarina, dosen FEB UGM, penurunan itu bukan berarti kondisi tenaga kerja beneran membaik. “Meskipun data menunjukkan tingkat pengangguran terbuka menurun, tetapi jumlah pengangguran secara absolut justru mengalami peningkatan,” jelas beliau. Lah kok bisa?

Jawabannya: karena penduduk Indonesia terus nambah! Jadi walau persentasenya turun, jumlah orang nganggur malah makin banyak. Jadi ini mirip ilusi optik—kelihatannya lebih kecil, padahal aslinya nambah.

Masalahnya bukan cuma soal “kerja atau nganggur”, tapi soal kerja yang layak. Kata Bu Qisha, “Masalah utama kita bukan hanya soal ada kerja atau tidak, tetapi juga soal pekerjaan yang layak.Nah loh.

Menurut standar ILO (bukan K-pop grup ya), kerja layak itu harus punya: lapangan kerja, perlindungan sosial, hak pekerja, dan dialog sosial. Tapi di Indonesia? Masih banyak bolongnya.

Buktinya? Dari 145 juta pekerja, mayoritas—sekitar 86,58 juta—ada di sektor informal. Belum lagi 26 juta kerja tanpa kontrak, dan hanya 11,57 juta yang punya kontrak tetap (PKWTT). Sisanya? Gantung!

Tanpa adanya jaminan sosial, para pekerja tidak memiliki perlindungan finansial jika menghadapi risiko seperti sakit, kecelakaan kerja, atau pemutusan hubungan kerja,” kata Bu Qisha lagi.

Jadi, meskipun statistiknya keliatan manis, realitanya belum tentu seindah filter Instagram. Tetap kritis ya, gengs!