ManusiaSenayan.id – Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina Setyawan, lagi ngegas soal tuberkulosis (TB). Menurutnya, kalau data Dukcapil bisa dipakai buat bikin KTP sama urus BPJS, kenapa nggak sekalian dipakai buat bikin TB kabur dari Indonesia?

“Kita tahu bahwa Dukcapil memiliki data yang sangat akurat, sehingga intervensi pemerintah dalam pencegahan TB bisa tepat sasaran dan efisien. Hal ini sangat relevan dengan pembahasan Panja TB yang sedang kita lakukan, agar Indonesia tidak menjadi negara nomor dua setelah India dengan kasus TB tertinggi,” ujarnya di Senayan.

Indonesia kayak lagi adu ranking sama India, tapi sayangnya di kategori penyakit. “Kami ingin tahu bagaimana peran Dukcapil memastikan kelompok rentan tanpa NIK atau IKD tetap bisa diakses dalam program eliminasi TB. Jangan sampai mereka tertinggal dari layanan kesehatan yang menjadi haknya,” tegasnya.

Arzeti juga kasih kode keras: dari 1,09 juta kasus TB, baru 54 persen yang ketahuan. Sisanya? Ya masih main petak umpet. “Strategi percepatan penemuan kasus TB harus kita lakukan, salah satunya melalui integrasi real time antara data Dukcapil dan SITB. Dengan begitu, estimasi kasus bisa lebih cepat ditemukan dan diintervensi,” jelasnya.

Nggak ketinggalan, Arzeti juga singgung soal pasien TB Resistan Obat (TB RO). “Kita harus memberikan penjaminan pengobatan TB RO. Jangan sampai pasien kehilangan akses atau tidak mendapat pengobatan yang tuntas, karena ini menyangkut keberhasilan eliminasi TB secara nasional,” katanya.

Terakhir, dia sodorin ide layanan kesehatan ala One Stop Service (OSS). Katanya sih biar nggak ribet-ribet urus di sana-sini. “Apakah OSS ini akan kita jadikan layanan standar nasional? Karena kita tidak ingin sekadar pilot project, melainkan sebuah standar layanan kesehatan yang dirasakan seluruh masyarakat,” pungkasnya.

Jadi, intinya: lawan TB itu perlu teamwork, integrasi data, dan jangan sampai lebih susah ngusir TB daripada ngurus KTP.