ManusiaSenayan.id – Guys, ada kritik pedas tapi realistis dari Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta. Beliau bilang sistem hukum kita masih suka gagal bedain antara pengguna narkoba sama bandar. Akibatnya? Lapas jadi penuh sesak, kayak konser tanpa tiket — over kapasitas parah!

Dalam kunjungan kerja ke Polda Jatim, Sudirta bilang: “Pengguna narkoba harusnya direhabilitasi, bukan dipenjara. Sementara bandar dan pengedar besar harus dihukum berat, bahkan hukuman mati. Dua pendekatan inilah yang terbukti berhasil di negara-negara seperti Portugal.”

Menurut beliau, pengguna itu korban, bukan pelaku utama. Jadi alih-alih dijeblosin ke penjara, mereka butuh rehabilitasi. Nah, untuk bandar? Itu biang kerok, “big boss”-nya peredaran narkoba. Hukuman tegas sampai hukuman mati adalah cara kasih efek jera yang nyata.

Sudirta juga kasih contoh Eropa. Di Portugal misalnya, pengguna direhab, bandar dibabat habis. Hasilnya? “Kalau dua konsep ini diterapkan secara serius, penjara bisa kosong. Di Eropa, beberapa penjara bahkan sudah berubah fungsi karena tidak lagi dipenuhi narapidana narkoba.” Bisa kebayang nggak kalau di Indonesia penjara jadi sepi? Bisa-bisa malah dipakai buat coworking space.

Masalahnya, kata Sudirta, aturan kita sekarang masih sering kebalik: pengguna kecil justru kena pasal berat kayak bandar. Alhasil, lapas makin penuh. Beliau tegas: “Kita harus bisa bedakan antara pengguna yang bisa direhabilitasi dengan bandar yang harus dihukum berat. Kalau ini tidak dibedakan, maka upaya pemberantasan narkoba akan terus gagal.”

Intinya, lewat RKUHAP baru nanti, hukum harus lebih adil dan manusiawi. Rehabilitasi untuk pengguna, hukuman berat untuk bandar. Clear dan fair.