ManusiaSenayan.id — Drama gula di Indonesia makin panjang aja. Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Aimah Nurul Anam, ngeritik keras praktik mafia gula yang bikin petani tebu makin merana.

“Hari ini di Pabrik Gula Jatiroto, termasuk pabrik gula di Jawa Timur, stok gula menumpuk dan tidak bisa keluar karena pasar dibanjiri gula rafinasi. Ini jelas merugikan petani dan pabrik gula rakyat,” tegas Mufti dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI bareng Kemendag dan BPKN di Senayan.

Masalahnya, gula rafinasi itu harusnya cuma buat industri makanan dan minuman. Tapi kenyataannya, malah bocor ke pasar ritel. Akibatnya, gula produksi petani nggak terserap, stok numpuk, dan harga di tingkat pabrik jeblok.

Melansir laporan APTRI, serapan gula petani di musim giling 2024–2025 turun sampai 20%. Harga jual petani cuma Rp11.000–Rp11.500/kg, padahal HAP (Harga Acuan Penjualan) ditetapkan Rp12.500.

Mufti pun ngegas, “Pertanyaan kami, kapan gula rafinasi distop? Kalau tidak, petani kita akan semakin terpuruk karena hasil panen mereka tidak terserap.”

Ia juga ingetin kalau pemerintah daerah nggak bisa terus-menerus diminta jadi penyangga dengan buffer stock, karena duitnya terbatas. “Tidak seterusnya daerah punya duit yang cukup untuk mengatasi persoalan ini. Pemerintah pusat harus hadir,” katanya.

Nggak berhenti di gula, Mufti juga nyentil soal kebijakan impor etanol yang bikin bingung. “Kami membaca pernyataan Kementerian Perindustrian yang mengaku kaget dengan kebijakan impor etanol. Padahal di dalam negeri, pabrik gula memiliki banyak etanol yang tidak terserap. Ini menghambat produksi mereka,” jelasnya.

Mufti nutup dengan sindiran pedas: “Jelas mafia pangan bermain. Rakyat menjerit karena harga tinggi, petani rugi karena hasilnya tidak terserap. Negara harus tegas, jangan biarkan mafia menguasai rantai pangan kita.”