ManusiaSenayan.id – Pemerintah pasang target tinggi: ekonomi mau digenjot tumbuh 8% per tahun. Tapi ternyata sektor industri kita masih ngos-ngosan, cuma naik di angka 4–5%. Padahal kalau mau sampai target, industri harus lari kencang 9–10% setahun. Berat sih, tapi bukan berarti mustahil.

Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, kasih warning serius dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja Daya Saing Industri di Senayan. Menurutnya, Panja ini jangan cuma formalitas, tapi harus jadi senjata bersih-bersih aturan tumpang tindih.

Panja ini harus menjadi alat evaluasi yang tajam terhadap kebijakan-kebijakan yang tumpang tindih dan selama ini tidak berpihak pada pelaku industri. Kita tidak bisa menutup mata bahwa industri besar wajib memberi dampak nyata bagi ekosistem akar rumput, termasuk UMKM,” tegas Novita.

Ia juga nyinggung sektor kopi. Indonesia kan produsen kopi nomor empat dunia. Tapi anehnya, negara mitra kayak Australia masih banyak impor kopi dari Afrika dan Amerika.
“Hubungan bilateral Indonesia–Australia, misalnya, masih lebih banyak mengimpor kopi dari Afrika dan Amerika. Panja Daya Saing Industri harus mampu menjawab kebutuhan pasar global sekaligus memastikan petani kopi lokal menjadi bagian dari rantai nilai ekspor,” jelasnya.

Nggak berhenti di situ, Novita juga kritik regulasi dan perizinan antar-kementerian yang sering berubah-ubah kayak sinetron striping.
Regulasi tidak konsisten membuat pelaku industri sulit bergerak. Perizinan tidak selaras antar-kementerian serta lembaga harus segera diselaraskan agar industri punya kepastian dan daya saing,” tambahnya.

Terakhir, ia minta Panja bisa hasilkan aturan yang nyata, pro-rakyat, dan dukung keberlanjutan.
“Jika kita serius ingin menempatkan Indonesia sebagai kekuatan industri dunia, Panja ini harus menghasilkan rekomendasi dan regulasi nyata, berpihak pada rakyat, dan mendukung keberlanjutan industri dari hulu ke hilir,” tutup Novita.