ManusiaSenayan.id – Dunia maya geger lagi, gengs. Anggota Komisi I DPR, Amelia Anggraini, ngasih usulan unik: “RUU Penyiaran yang sedang kami bahas secara eksplisit mengusulkan agar Kominfo [Komdigi] atau KPI diberi kewenangan mengakses sistem rekomendasi konten digital.”

Pemerintah—lewat Komdigi (dulu Kominfo) dan KPI—boleh dong intip-intip algoritma medsos macam YouTube, TikTok, sampe Meta. Katanya, bukan buat ngatur-ngatur kayak emak ke anak kos, tapi buat: “Ini bukan bentuk intervensi, tetapi langkah preventif untuk menjaga ruang digital Indonesia agar tetap sehat, adil, dan selaras dengan nilai-nilai kebangsaan.

Katanya sih bukan intervensi, cuma pengawasan ala-ala preventive care. Tapi netizen udah was-was duluan, takut abis ini FYP cuma isinya pacu jalur, upacara bendera, dan ceramah tentang Pancasila.

“Lihat dong, Pacu Jalur bisa viral! Artinya algoritma bisa kok berpihak pada budaya lokal,” kata Bu Amelia. Netizen: Iya Bu, tapi kami juga butuh konten lucu biar hidup gak sepaneng.

Amelia ngebandingin sama negara-negara yang katanya udah duluan buka-bukaan algoritma kayak Kanada, Prancis, sampe Turki. Jadi Indonesia juga harus bisa dong, biar “berdaulat di ruang digital.” Terdengar patriotik… tapi juga agak serem sih, kayak negara mau jadi admin medsos rame-rame.

Terus gimana tanggapan TikTok? “Kami siap diatur, tapi tolong jangan disamain sama TV analog,” kata Mas Hilmi dari TikTok Indonesia. Soalnya TikTok itu user-generated, bukan kayak TV yang kontennya bisa diedit-redaksi dulu. Di TikTok, yang nyetir kontennya justru user—kita semua, netijen budiman.

Jadi pertanyaannya: kalau DPR bisa buka algoritma medsos, berarti mereka juga bisa bantu kita biar gak FYP-nya isinya prank toxic, debat receh, atau iklan pinjol? Kalau iya, gas. Tapi kalau ujung-ujungnya malah jadi sensor rasa-rasa, mending jangan sampai trending.