ManusiaSenayan.id – Gengs otonomi, nasib pemekaran daerah alias DOB di Sumatera Selatan kayak cinta bertepuk sebelah tangan—diperjuangkan mati-matian, tapi gak juga dilamar. Udah dari tahun 2013 lho, khususnya Pantai Timur, katanya sempat “disetujui Presiden”. Tapi ya gitu, ujung-ujungnya terjebak dalam moratorium yang gak ada tanggal expired-nya.
Kak Jialyka Maharani, anggota Komite I DPD RI, sampai angkat suara. Katanya, Sumsel udah ngantre panjang buat mekar. Ada Gelumbang, Kikim, dan Pantai Timur yang udah kayak mahasiswa semester akhir—tinggal nunggu skripsi disahkan. Tapi sayang, pemerintah pusat kayak dosen pembimbing yang gak pernah balas chat.
“Kapan moratorium pembentukan DOB berakhir, jujur hingga saat ini kami tidak tahu kepastiannya. Sejak periode lalu, kami sudah berupaya melakukan lobby dan negosiasi dengan pemerintah, namun belum ada kejelasan pasti kapan moratorium tersebut berakhir,” kata Kak Jialyka. Waduh, mirip banget sama gebetan PHP.
Yang bikin makin ngelus dada, Papua udah dikasih beberapa provinsi baru. Tapi waktu Sumsel minta jatah? Ehh… zonk. Padahal alasan pemekarannya juga cakep: biar pembangunan lebih cepat, wilayah lebih terjangkau, dan rakyat gak perlu jalan 3 hari 3 malam cuma buat ngurus KTP.
Soal biaya? Tenang, kata UU No. 23 Tahun 2014, pemerintah pusat yang nombokin dulu lewat APBN selama masa transisi. Baru setelah 3 tahun, APBD daerah mekar itu ambil alih. Cukup adil sih, asal bukan cuma janji di atas kertas.
Kesimpulan? Pemekaran daerah di Sumsel masih di tahap wacana langgeng. Entah kapan berakhir. Yang pasti, DOB Sumsel butuh kepastian—bukan janji manis moratorium tanpa tanggal nikah.