ManusiaSenayan.id — Lagi-lagi, Fadli Zon bikin heboh. Tapi bukan karena pantun khasnya, melainkan karena ngotot bilang nggak ada bukti pemerkosaan massal di Mei 1998. Padahal, sejarah udah terdata rapi, bahkan jadi alasan kenapa Komnas Perempuan berdiri. Tapi ya begitulah, kadang sejarah dianggap kayak sinetron, bisa dirombak sesuai selera.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, langsung ngasih teguran halus tapi nyelekit: “Polemik soal penulisan sejarah yang faktual dan objektif penting untuk menjadi pelajaran bangsa ini untuk belajar dari sejarah. Jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah, begitu kata Bung Karno.” Jas Merah, bro! Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Lah iya, kalau sejarah kelam ditutupin, nanti bangsa ini jadi korban gaslighting kolektif.
Andreas juga ngutip Nelson Mandela, “Forgive but not forget, memanipulasi, menutup-nutupi peristiwa sejarah hari ini sama saja dengan membohongi diri, membohongi bangsa.” Tapi kayaknya Menbud kita keasyikan scrolling timeline sampe lupa buka arsip. Padahal, Tim Gabungan Pencari Fakta udah nyatet jelas: ada 85 kasus kekerasan seksual, 52 di antaranya pemerkosaan. Ini bukan angka ngarang ala fans klub bola.
Aktivis perempuan dan Komnas Perempuan pun langsung angkat suara. Mereka minta Fadli Zon minta maaf, karena pernyataannya bukan cuma menyakitkan, tapi juga memperpanjang luka yang belum sempat sembuh. Sondang dari Komnas bilang, “Hormati dokumentasi resmi, Bung!”
Intinya? Nggak semua hal bisa direvisi kayak draft skripsi. Kalau sejarah dianggap hoaks, lalu gimana nasib para korban yang udah bertahun-tahun diam? Yuk ah, jadi pejabat jangan asal cuap. Ini negara, bukan open mic stand-up.