ManusiaSenayan.id – Siapa sangka, proyek digitalisasi pendidikan yang niat awalnya biar murid-murid di pelosok bisa nge-Zoom, malah jadi ladang nge-zoom rekening. Yup, kejutan (yang gak mengejutkan): Kejaksaan Agung lagi ngulik proyek pengadaan Chromebook era Mendikbud Nadiem Makarim yang ternyata baunya lebih techno-canggih daripada sekadar “beli laptop buat anak sekolah”.
Kronologinya? Bentar, duduk dulu. Jadi, katanya sih pada awal 2020, Mas Menteri ketemuan sama tim Google. Obrolannya? Bukan tentang algoritma YouTube atau cara masuk FYP TikTok, tapi soal rencana pengadaan laptop buat sekolah-sekolah. Nah, dari situlah muncul istilah yang bikin alis naik: co-investment 30% dari Google.
Tunggu… Google invest di proyek pemerintah? Serius? Dan “co-investment”-nya katanya bisa cair asal proyek pakai Chrome OS dari 2020 sampai 2022. Jadi semacam: lo kasih proyeknya, gue bantuin dikit-dikit. Deal-nya dibicarakan sama Stafsus Nadiem, si Jurist Tan, dan dibahas juga bareng jajaran Kemendikbudristek. Lengkap, kayak rapat BEM tapi versi triliunan.
Masalahnya, laptop-laptop canggih ini dilempar ke daerah 3T—yang bahkan sinyal pun masih malu-malu muncul. Internet gak ada, tapi dapet laptop Chrome OS yang harus online terus? Iya, itu sama kayak ngasih Netflix premium ke orang yang masih pakai TV tabung.
Total anggaran proyek ini? Rp 9,3 triliun buat 1,2 juta unit laptop. Tapi sekarang, proyeknya berubah jadi drama hukum. Kejagung udah tetapkan empat tersangka, dari pejabat struktural sampai staf khusus. Katanya ada kerugian negara Rp1,98 triliun, yang sebagian besar dari mark up harga laptop dan item software yang entah ngapain di-install tapi harganya Rp480 miliar.
Jadi, moral of the story: di negeri +62 ini, digitalisasi bisa berarti dua hal—upgrade teknologi atau upgrade rekening. Tinggal kita tunggu aja, apakah kelanjutannya jadi film dokumenter, atau masuk ke daftar “Top 10 Korupsi Terfavorit Tahun Ini”.
Kalau murid-murid 3T bisa protes, mungkin mereka akan bilang:
“Pak, kami nggak butuh laptop mahal. Kami butuh sinyal, guru, dan kejujuran.”
Tapi ya, sayangnya suara mereka kalah kencang dari bunyi ringgit yang dipindahkan diam-diam.