ManusiaSenayan.id – Tim safari Komisi XII DPR RI mampir ke Sulawesi Tenggara, bukan buat liburan atau panen durian, tapi buat ngehadapin kenyataan pahit soal tambang. Katanya sih mau cek apakah aktivitas pertambangan di sana sesuai aturan. Jawabannya? Ya… lumayan jauh dari rapi.

Ateng Sutisna, anggota Komisi XII, blak-blakan: banyak lahan warga diterabas kaya semak di pinggir jalan tol. Perusahaan tambang kayak lagi main Monopoli, asal comot lahan orang tanpa bilang “permisi”.

“Lemahnya pengawasan menjadi akar dari berbagai persoalan yang muncul, selain dari minimnya komitmen perusahaan untuk menjalankan kegiatan secara bertanggung jawab. Inilah pentingnya pengawasan,” kata Ateng.

Ya, benar juga. Cuma masalahnya, pengawasannya selama ini kayak sinyal Wi-Fi di hutan: hilang-timbul. Dan parahnya, komitmen perusahaan juga masih sebatas brosur CSR doang.

Ateng, yang datang bukan buat selfie di tambang, bilang semua pihak harus tanggung jawab: pusat, daerah, dan tentu saja perusahaan tambang itu sendiri. Data harus lengkap, bukan cuma angka-angka kosong buat laporan tahunan.

Biar nggak cuma kunjungan lewat doang, Komisi XII rencana bawa masalah ini ke RDP atau bahkan panja. Katanya sih, biar lebih fokus. Ya, semoga bukan fokus bikin laporan doang ya, Pak.

Soal perizinan, juga disorot. Katanya, ada izin yang keluar dari pusat, ada yang dari daerah, dan ada yang mungkin dari alam mimpi. Komisi XII janji mau telaah semua izin itu satu-satu. Semoga nggak kendor pas dibentur modal besar.

Akhir kata, Komisi XII gak mau tambang cuma ninggalin lubang dan tangis.

“Jangan sampai aktivitas tambang menyisakan kerusakan lingkungan dan alam yang memperburuk kehidupan masyarakat di masa depan,” tutupnya.

Tapi yang pasti, selama data belum jelas, pengawasan masih lemah, dan warga masih disikut, alam tetap jadi korban—bareng masyarakat pinggiran.