ManusiaSenayan.id – Di Gedung DPR RI yang adem sama tebalnya sama peraturannya, ada satu nama yang (harusnya) jadi penegas kalau “pembangunan dari Timur” itu bukan sekadar brosur. Kenalin: Dr. Soedeson Tandra, S.H., M.Hum. Nomor anggota 364, dari Fraksi Partai Golkar, mewakili Papua Tengah di Komisi III.
Jangan salah, Bang Soedeson ini bukan orang kemarin sore. Asal Maluku Tenggara (lahir 4 Desember 1963), sarjana dan pasca dari Universitas Surabaya, bahkan doktor hukum dari UGM tahun 2020. Jadi kalau ngomong soal hukum, bukan abal-abal.
Aktivitas lainnya sebagai Managing Partner di Law Office Tandra & Associates, plus Komisaris Utama Bank Perkreditan Rakyat Sinar Terang. Organisasi? Jangan tanya. Ketua Umum HKPI (Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia), Wakil Ketua Umum DPN PERADI 2020–2025, dan DPP Ormas MKGR.
Tapi yang bikin kita angkat alis: di Senayan dia duduk di Komisi III (Hukum). Jadi urusannya bukan destinasi wisata Instagramable, tapi konflik tanah adat, sengketa lahan, pelanggaran HAM, dan akses keadilan di Papua Tengah.
Kadang sidang Komisi III bisa super serius bahas RUU KUHAP atau pengawasan Polri, tapi Bang Soedeson harus ingetin: “Di Papua Tengah itu warga masih ribut soal lahan adat, listrik padam lebih sering dari lampu Natal, dan akses hukum kayak main ular tangga.”
Publik sering sinis: apa suara dari Timur itu benar didengar atau cuma catatan rapat? Bang Soedeson kalau mau serius, dia bisa. Biar warga Papua Tengah nggak cuma dijadiin foto kampanye, tapi beneran dapat jalur hukum yang adil.
Slogan “Membangun dari Timur” sering lebih wangi di baliho daripada di jalan kampung. Tapi tugas Bang Soedeson nunjukin kalau DPR bukan cuma buat debat di Jakarta, tapi juga untuk bawa suara Papua Tengah sampai ke telinga pemerintah pusat.
Jadi selama Dr. Soedeson Tandra masih di Senayan, kita berharap suara Papua Tengah nggak cuma jadi appendix di APBN. Tapi beneran dapat keadilan, pembangunan, dan listrik yang nyala lebih lama dari rapat DPR.