ManusiaSenayan.id – Bayangin, lo disuruh pindah dari kampung halaman, dijanjiin hidup baru, tanah baru, rumah baru. Eh, pas udah puluhan tahun garap lahan, tiba-tiba dibilang itu masih hutan negara. Lah, terus kita ngapain? Bikin vila di hutan?

Beginilah nasib ribuan keluarga transmigran di seluruh Indonesia. Mereka kerja keras puluhan tahun, tapi sampai sekarang gak bisa dapet Sertifikat Hak Milik (SHM). Soalnya, lahan yang ditempati ternyata masih masuk kawasan hutan. Hutan katanya. Padahal isinya rumah warga, kebun singkong, dan jalan becek.

Menteri Transmigrasi Iftitah sampai gregetan. “Mereka bukan penjarah hutan, cuy, tapi warga negara yang nurut program pemerintah!” katanya. Ya bener juga sih, masa nurut disuruh pindah malah nyangkut status.

Untungnya, ada secercah harapan. Di Sukabumi, warga akhirnya dapet SHM setelah 24 tahun. Bayangin, nunggu legalitas lebih lama daripada nungguin gebetan balikan.

Tapi masalah belum kelar. Masih ada belasan ribu bidang tanah yang statusnya ngambang. Pemerintah katanya udah nyiapin sistem peta digital biar gak saling tumpang tindih. Nama kerennya: ILASPP. Kayak nama obat pilek, tapi semoga manjur.

Ridwan Bae dari Komisi V DPR juga udah kesel. “Komisi V DPR meminta pemerintah mengeluarkan seluruh kawasan transmigrasi dari status kawasan hutan,” katanya. Mantap sih, baru berasa wakil rakyat.

Tapi yang penting, ini bukan legalisasi perusakan hutan. Ini soal hak rakyat yang udah hidup damai di sana puluhan tahun. Mereka bukan penebang liar, mereka cuma penggarap harapan.

Jadi, buat pemerintah: jangan PHP terus. Kalau janjiin tanah, kasih beneran. Jangan kasih pepesan kosong berjudul “Masih Kawasan Hutan”.