ManusiaSenayan.id — Dunia politik Indonesia lagi panas, gengs! Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, bikin heboh karena bilang kalau Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka udah nggak bisa disebut negara demokrasi elektoral, tapi berubah jadi “otoritarianisme elektoral.”

“Ini sudah diperingatkan dalam laporan Varieties of Democracy di bulan Februari tahun ini, di mana Indonesia sudah tidak lagi tergolong sebagai demokrasi elektoral, melainkan sebagai otoritarianisme elektoral,” ujar Usman dalam program Satu Tahun Prabowo–Gibran di CNN Indonesia TV, Senin (20/10) malam.

Menurutnya, meski pemilu tetap jalan, tapi esensinya udah beda.

“Kepolisian tidak melakukan investigasi, pemerintah tidak melakukan investigasi, enam lembaga hak asasi manusia, pekan lalu saya lihat di DPR tidak ada hasil apa-apa,” tegasnya soal gelombang unjuk rasa 25–31 Agustus yang memakan korban jiwa.

Usman juga menyentil DPR yang menurutnya kehilangan fungsi pengawasan.
Ia bilang Komisi III DPR nggak pernah manggil Kapolri buat dimintai pertanggungjawaban, dan Komisi I pun belum menjalankan fungsinya terkait dugaan keterlibatan tentara.

“Jadi, ada disfungsi dalam check and balances, dalam sistem pengawasan dan keseimbangan,” katanya.

Tapi DPR nggak tinggal diam.
Anggota DPR Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto, langsung ngebantah tudingan itu.

“Kita melihat bahwa di ruang-ruang DPR, di ruang-ruang rapat komisi, kontrol tetap berjalan. Kita melihat juga bagaimana teman-teman di DPR tetap kritis terhadap pemerintahan,” ujarnya.

Wihadi juga bilang, pemerintahan baru ini masih masa adaptasi.

“Ini kan masa transisi yang nanti harus kita lalui, bagaimana DPR berubah, kabinet berganti, sistem pengawasan ini perlu penyesuaian,” kata anggota DPR dari dapil Bojonegoro–Tuban itu.

Jadi, Amnesty bilang demokrasi udah “downgrade”, DPR bilang “sabar, ini baru update sistem.”
Nah, kamu pilih percaya yang mana, gengs?